Senin, 28 November 2011

Berhubung masih belum jauh dari ingatan adanya konsensus bersama beberapa negara yang menyebut koruptor adalah sama dengan teroris, dan juga berhubung korupsi masih saja menjadi salah satu permasalahan terbesar Indonesia, tak ada salah nya saya mengangkat masalah ini, terutama menyoroti tuntutan banyak elemen dari masyarakat yang menginginkan para pelaku korupsi dihukum mati.
Saya sendiri tidak setuju jika Indonesia bergegas pada penerapan hukuman mati para koruptor. Bukan berarti saya adalah seorang pembela koruptor, akan tetapi ada alasan-alasan tertentu yang membuat saya menjadi pihak yang kontra dalam hal ini.
Salah satu alasan saya adalah menyangkut penegakan hukum di Indonesia yang masih lemah dan masih jauh untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Hukum seringkali kalah bila harus berhadapan dengan uang dan kekuasaan, dan hukum lebih sering tak berpihak pada pihak-pihak yang lemah. Apabila suatu tindak pelanggaran hukum dilakukan oleh rakyat jelata maka aparat penegak hukum selalu menunjukkan tajinya; sementara jika para golongan kaya dan elit yang bermasalah, hukum mendadak menjadi tak berdaya, sementara para aparat hukum dengan lincahnya mencari celah-celah yang bisa memperlambat proses hukum, atau malahan menihilkan perkara.
Penegakan hukum di Indonesia juga masih kental dengan nuansa politik. Hukum seringkali dijalankan dengan prinsip tebang pilih, membabat lawan politik tapi menggenggam erat kawan politik. Berbagai trik dan intrik terkadang dilakukan untuk menjebak lawan politik yang ingin disingkirkan.
Aparat penegak hukum juga seringkali malah menjadi pihak yang bermasalah. Mereka dengan gampangnya dibeli dan diseret untuk ikut arus permainan kelompok tertentu. Penyalahgunaan wewenang di pihak kejaksaan malah sempat menjadi sorotan publik di tahun lalu dengan skandal besar yang menyeret banyak aparat penegak hukum.
Dengan berbagai fakta menyedihkan tentang hukum dan aparatnya saat ini di Indonesia, menghukum mati orang-orang yang didakwa korupsi adalah tidak tepat, dan belum saatnya dilakukan. Apa jadinya jika yang dihukum mati hanya para koruptor kelas teri sementara koruptor besar bebas berkeliaran? Bagaimana jika hukuman ini malah hanya akan digunakan untuk menyingkirkan lawan politik semata? Politik tentunya akan menjadi berdarah-darah sebagaimana era kekacauan pasca revolusi Prancis dahulunya. Bagaimana jika hukuman ini malah dijadikan alat untuk semakin menekan rakyat yang lemah tak berdosa dengan menjebaknya terlibat kasus korupsi? Tentu akan menyedihkan jika ternyata yang dihukum mati ternyata orang-orang yang tak bersalah tapi dianggap koruptor hanya dikarenakan tindakan nakal aparat penegak hukum yang mudah diselewengkan.
Kemudian, diantara kasus-kasus korupsi yang pernah saya dengar dan jumpai, yang memang seringkali membuat kita geram dan prihatin, adakalanya saya temui kasus-kasus yang tak manusiawi. Definisi akan korupsi menjadi penting dalam hal ini, karena pernah beberapa kasus korupsi yang saya temui menyeret orang-orang yang hidupnya bersahaja, yang tidak pernah berniat korupsi, dan tidak pernah menikmati harta korupsi sedikitpun. Cuma dikarenakan posisi mereka dalam jabatan yang memiliki tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, atau karena ketidakhati-hatian meneliti sodoran kertas di hadapannya untuk disetujui, maka ia pun harus terseret dan didakwa sebagai koruptor dengan alasan memberikan jalan bagi terjadinya tindak pidana korupsi.
Saya sendiri sangat anti korupsi, dan muak dengan keberadaan korupsi di Indonesia yang seolah tak ada habisnya. Korupsi lah salah satu yang menghambat laju pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Akan tetapi saya melihat hal yang paling utama untuk dilakukan sekarang adalah melaksanakan hukum yang sudah ada semaksimal mungkin. Semua koruptor harus dijerat tanpa pandang bulu, yang pastinya hanya akan berjalan efektif jika sejalan dengan usaha pembersihan di lingkungan kehakiman, kejaksaan dan aparat penegak hukum secara keseluruhan. Hukum seperti apapun yang akan dibuat tak akan ada artinya jika aparat penegak hukum nya sendiri penuh dengan penyimpangan. Hendaknya institusi hukum dan aparatnya harus berwibawa terlebih dahulu, kemudian hukum dijalankan dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai para koruptor yang sudah dinyatakan bersalah hanya menikmati masa hukuman yang jauh lebih ringan dari yang sudah ditetapkan dikarenakan adanya berbagai kebijakan pengurangan hukuman seperti grasi dan remisi, yang hanya akan mengurangi tekanan pada pelaku korupsi, apalagi jika sampai ruang tahanan para koruptor itu laksana sebuah kamar hotel mewah yang penuh dengan berbagai fasilitas.
Semoga mental para pejabat dan aparat pemerintahan bangsa ini semakin membaik ke depannya, dan semoga korupsi semakin hari bisa ditekan jumlahnya untuk kemudian bisa hilang buat selamanya di bumi pertiwi ini, demi masa depan yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar