Senin, 28 November 2011


Tidak hendak latah dengan pemberitaan dan kontroversi hukuman mati bagi sang Koruptor, tapi melihat gejala Korupsi di negeri ini yang sudah akut, jalan satu-satunya memang harus diberangus dan dimatikan sumbernya. Sumber terjadinya korupsi kini bukan hanya sekedar mencari kekayaan pribadi semata, tapi sudah menjadi niatan semenjak kita dini. Untuk itu, saya berikan dua alasan kuat kenapa Koruptor harus di hukum mati di Indonesia agar kita semua menjauhi korupsi, sekedar kepikiranpun jangan!

1. Efek MLM Koruptor

Penyakit Koruptor itu ibarat candu dan memiliki efek berantai. Efek berantai itu seperti matrik yang kita kenal pada business plan perusahaan MLM dinegara ini. Kita liat efek matrik 10 MLM koruptor sebagai berikut;

1 x 10 K = 10 Koruptor baru.

Satu orang koruptor akan selalu menciptakan koruptor-koruptor baru dalam lingkarannya. Kenapa? Karena Koruptor dan terjadinya korupsi merupakan hukum win-win solution antara 2,3 hingga 10 orang dalam memuluskan tindakan korupsinya. Upaya “memuluskan” jalan korupsi salah satunya yang paling enak adalah dengan kekuatan uang hasil korupsi juga.

10 x 10 K = 100 K.

Kemudian dari 10 orang (kita ambil 10 orang sebagai contoh saja) yang kebagian jatah hasil korupsi juga menduplikasi cara uplinenya dalam memuluskan aksinya. Sehingga dalam hitungan detik, sudah 100 orang akan terlibat tindakan korupsi.

100 x 10 = 1000 K.

Dalam hitungan jam, jika 100 orang ini juga melakukan tindakan korupsi (biasanya ya…), maka 1000 Koruptor akan tercipta dengan mudahnya. Bayangkan jika aksi ini terjadi bertahun-tahun. Seperti pada sistem MLM umumnya, hukum Piramida berlaku disini, posisi paling atas (upline) jelas penikmat utama hasil korupsi dan memiliki kedudukan paling aman, dan yang makin kejepit downline (pelaku korupsi dengan level kecil-kecilan) dalam gugus paling buncit karena harus mutar otak agar tak merugi. Akhirnya apa saja dikorupsi di negara ini, masih untung bangsa ini tak ikut “digadaikan” juga.

2.Korupsi menyayat rasa keadilan

Gimana gak, negara hukum tapi hukumnya mandul. Negara berkeadilan tapi tidak adil. Contoh paling konkrit di negara kita, maling ayam dan copet aja bertaruh nyawa untuk sekedar bisa nyambung hidup. Kalau ketangkep, minimal berdarah-darah sudah pasti,masih untung gak dibakar hidup-hidup! Coba tengok Gayus! Udah ketahuan, mo ditangkep aja pake acara dirayu, dijemput. Tidur enak sama istri di hotel mewah, masih bisa ketawa dan makan di resto, adilkah itu? Kalo mau adil, Gayus seharusnya lebih berdarah-darah dari si Maling ayam!
Jadi, setujukah Koruptor dihukum mati? Seharusnya setuju.Agar kita semua gak pernah kepikiran mau korupsi! Kalau nekat korupsi juga, berarti sudah tahu konsekuensinya dung? Seperti maling ayam dan copet, mereka juga sudah tahu konsekuensinya jika ketangkep. Kalo gak masuk penjara, benjut paling parah dibakar massa! Nah kalau korupsi ketahuan, ya jangan nyesel kalu di bedil aparat (yang anti korupsi tentunya, kalau bisa disogok juga, yah tinggal tunggu tamatnya sejarah bangsa ini…) Wallahualam!
Ayo sudahi berbuat korupsi. Saya mau tanya kepada koruptor, dengan duit sebanyak itu, berapa kali anda makan dan porsi yang anda habiskan? Kalau jawabanya saya makan bisa 100 x sehari dengan porsi kuli, maka saya akan melegalkan Korupsi di negara ini dan mengajarkannya ke anak - anak saya! Tapi kalau maksimum hanya 3 - 4 sehari dengan porsi piring biasa, Koruptor memang layak dihukum mati!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar